Tiga Puluh Tiga

Damn, gue sudah menyentuh angka kembar. Tiga puluh tiga.

Seperti biasa, setiap gue ulang tahun gue akan berusaha mengisi blog yang sudah jamuran ini. Sejak beberapa hari yang lalu, udah ada beberapa mention yang masuk di akun Twitter gue, ngasih reminder untuk tetap nulis postingan ulang tahun. Mereka sepertinya menikmati detik-detik di mana gue bertambah tua.

So, here we go.

Ada update apa dalam hidup gue? Well, I am single. Again.

Dia yang gue tulis di sini sudah tidak lagi berada dalam ‘lift’ yang sama. We ended the the relationship in a very good term.

Bahkan bisa dibilang, ini putus gue yang paling selo. Dan jujur, ini adalah putus terbaik yang pernah gue alami. Sudah sama-sama sepakat kalau tidak bisa lanjut, yasudah.

Daripada stuck di sebuah hubungan beracun, lebih baik diakhiri secara dewasa. Tanpa drama atau siraman air ke muka.

To this day, gue masih inget banget kata-katanya.

“So, what do you want?” tanya gue.

“I don’t know what I want, but I know what I don’t want.”

Dheg! Kurang jelas apa lagi coba?

Jadi, yah begitulah. The end of our relationship.

Gue mulai merasa bahwa nickname ‘romeogadungan’ ini mulai membawa kutukan. Sebuah username yang dulu gue buat untuk lucu-lucuan, sekarang malah jadi musibah gini?

But anyway, kembali ke postingan ulang tahun.

Dulu ketika gue masih SMP, layaknya anak daerah lainnya, gue disempatkan untuk mengaji di Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) di dekat rumah. Selama tiga hari dalam seminggu, gue akan mengayuh sepeda gue sepulang sekolah untuk mengaji di sana.

Tujuannya sih biar ada bekal agama yang cukup buat gue dewasa.

Guru mengaji gue di TPA dulu pernah bilang kalau umur semua orang di surga itu akan sama, kira-kira berkisar di angka 33 tahun. Gue nggak tau apakah hadist ini sahih atau nggak, tapi gue percaya aja dengan kata-kata itu.

Sejak itu, angka ini gue jadikan patokan untuk jadi umur keemasan gue.

Gue bercita-cita kalau di umur tiga puluh tiga, gue harus berada di kondisi paling prima yang bisa gue gapai.

Badan yang sempurna, rambut masih utuh, kalau bisa perut sixpack, karena itu akan menjadi penampilan gue di surga nanti.

Kan gak lucu kalau di surga nanti, ketek masih basah dan kepala masih bau matahari.

Ada ratusan juta manusia terbaik dari segala jaman yang sudah dibangkitkan, dan gue gak mau keliatan yang paling lusuh di sana.

“Wah, ada warga neraka nyasar di mari.”

You need to be best version of yourself. Masuk akal, kan?

But again, life throws me a lemon in 33.

Rencana gue di awal bubar jalan.

NowI am a single om-om, on a wheelchair, far from sixpack, with a lot of visible grey hair.

This was not the plan.

But then again, I looked back.

At 33, I have a roof over my head. I managed to get my little sister off college. My parents are healthy. I have money in my pocket. I have flexible working hour. I contribute something to the society.

Maybe, it is not too bad.

Di umur tiga puluh tiga, gue sudah sepenuhnya sadar bahwa lo nggak bisa dapetin semuanya, bagaimana pun lo berusaha keras untuk mewujudkannya. Sisakan sedikit ruang untuk kesalahan karena kehidupan biasanya akan menyiapkan hal-hal yang tidak terduga.

Do not aim to be coldly rational in life. Aim to just be pretty reasonable.

Di umur tiga puluh tiga, hati yang tenang dan bahagia sepertinya terasa lebih berharga.

And now, I am okay with myself. I have accepted who I am.

Jadi suatu saat nanti, ketika lo juga (mudah-mudahan) masuk surga, dan lo melihat ada om-om ubanan duduk di kursi roda, gue bisa pastikan dia sudah bahagia dan berdamai dengan dirinya sendiri.

So, bring it on thirty three!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top