Halo semua!
Sudah tepat setahun gue gak nulis di sini. Gak tau kenapa, kayaknya makin ke sini gue makin males untuk ngupdate kehidupan gue atau pemikiran-pemikiran aneh gue.
Tapi untuk postingan ulang tahun, rasanya sayang untuk berhenti menulis kebiasaan yang sudah gue lakukan selama beberapa tahun terakhir.
Well, gue memasuki umur tiga puluh empat.
Katanya, umur tiga puluh tiga adalah batas terakhir seseorang bisa disebut pemuda. Jadi dengan memasuki umur tiga puluh empat, gue resmi menyandang gelar om-om.
There is ‘gadun’ in ‘romeogadungan’.
What can I tell you about my life?
Not much, kehidupan gue belum berubah banyak dari yang gue posting tahun lalu. Cuma ada satu yang pengen gue share di sini.
Belakangan, di Twitter banyak muncul orang-orang yang membagikan ‘life advice’ bagaimana seharusnya seseorang hidup.
Umur segini harus di sini, umur segitu harus punya itu, dst.
Kadang bikin gue nyengir aja sih, bagaimana hidup seseorang berusaha dijadikan patokan untuk hidup orang lain.
Well, let me share my timeline.
Umur 21: lulus kuliah & keterima di EY
Umur 23: pindah kerja ke BP
Umur 27: lulus beasiswa dan ambil master di UK. Berasa paling ganteng di dunia.
Umur 28: sakit dan lumpuh mendadak
Umur 29-34: belajar jalan macam balita.
Jadi ketika orang-orang yang berada di bracket umur gue yang harusnya sudah settling down, memulai sebuah keluarga, mikirin biaya sekolah anak; gue masih belajar melakukan hal yang sebenarnya sedang dilakukan adeknya Rafathar.
Maka dengan cerita gue di atas, jangan lah jadikan hidup orang lain sebagai patokan hidupmu.
Beberapa orang mungkin bisa menemukan cintanya di umur dua puluhan, beberapa lain butuh waktu lebih lama.
Beberapa orang mungkin bisa segera tau apa passionnya, beberapa yang lain mesti menggali lebih dalam.
Beberapa bisa menikah di umur yang masih muda, beberapa yang lain baru bercerai dan memulai hidup baru sendirian.
Jadi berhentilah membandingkan.
Karena ketika kamu mulai membanding-bandingkan, maka ketika itu juga kamu mulai kehilangan kebahagiaan.