Project Tirta

Gue dulu pernah ditanya: “Lo takut ama apa, Ta?

Gue diem lama, nggak tau jawab apa. Karena emang, nggak tau gimana jawabnya tanpa terdengar seperti orang yang sengak.

Pertanyaan ini lama nggak menemukan jawabannya hingga beberapa hari yang lalu, gue lagi scroll tiktok dan tiba-tiba nyadar aja.

Oke, kita mundur dikit biar enak ceritanya.

Tanpa berusaha terdengar seperti abang-abangan alpha male, belakangan gue emang lagi candu sekali dengan konten-konten self-help.

Yang isinya gimana untuk terus meningkatkan kualitas diri. Baik dari sisi fisik, mental, pola pikir, wawasan investasi, entrepreneurship, ampe cara berpakaian dan manners (Serius, topik how to dress ini seru banget untuk dikulik).

Gue rutin melahap konten-konten tersebut, dari mulai buku-buku di Kindle, short videos di tiktok, dan video podcast dengan durasi yang lebih panjang di Youtube.

Dan khusus untuk Tiktok, algoritmanya sangat membantu gue. Sekali kita berinteraksi dengan video tersebut, algoritma Tiktok akan mendorong konten-konten serupa ke laman FYP-mu.

Dan ya, gue akhirnya menemukan jawaban mengenai ketakutan tadi.

Hal yang paling gue takuti di dunia ini adalah: stagnasi. Gue takut aja gue nggak berkembang dan berada di situ-situ aja.

Dan ternyata habit ini sebenarnya udah ada dari dulu. Gue selalu ber-progress.

Dari Aceh merantau ke Bandung. Dari Bandung hijrah bekerja di Jakarta. Ketika gue ngerasa bosan bekerja, gue akhirnya memutuskan untuk S2 ke Aberdeen.

Tapi belakangan, kok nggak kayak gitu lagi?

Gue sadari fenomena itu gue alami dalam beberapa tahun ke belakang karena GBS.

Gue seperti ‘menunggu’ sesuatu. Menunggu bahwa suatu hari nanti, kemampuan berjalan gue akan kembali dengan sendirinya. Dan dunia yang dulu sempat hilang, akan kembali lagi.

Gue banyak menunda keputusan-keputusan penting dengan mindset “Ah, nanti aja lah pas udah bisa jalan..”

Entah sampai kapan.

Tiba-tiba udah delapan tahun aja sejak pertama kali divonis GBS.

I put my life on pause. For eight years.

Tapi untungnya, sekarang gue udah sadar sih.

I finally realize that life waits for nobody.

Dia nggak akan berhenti berputar nungguin gue untuk bisa kembali lagi ke kondisi gue kayak dulu.

Kehidupan akan terus berjalan meskipun gue nggak ngapa-ngapain. Dunia akan tetap berputar meskipun gue gini-gini aja.

Dan gue takut gue akan gini-gini aja. 

People come and go. Things trade places. Life happens fast.

Dan pola pikir ini juga akhirnya merembet kemana-mana. Puncaknya, beberapa tahun yang lalu, ketika gue lagi ngobrol bareng Miranda di sela-sela sesi ngopi kami.

Seperti biasa, topik yang awalnya berputar di sekitaran pekerjaan akhirnya merembet ke urusan asmara.

Waktu itu gue abis putus dan seperti manusia biasa, masih sakit hati. Gue berusaha pengen move on secepatnya.

Out of nowhere, tiba-tiba Miranda ngomong sebuah kalimat yang sampai saat ini masih nempel di kepala gue.

”Ta, instead of focusing on someone, maybe it’s time for you to focus on something..”

Dang!

Iya juga ya? Kenapa gue belakangan sangat fokus sekali kepada orang lain, seolah self-worth gue ditentukan oleh penilaian orang lain terhadap gue.

I don’t need anyone’s approval.

Jadi dengan itu, gue inisiasi sebuah hal yang gue namakan Project Tirta. Selama beberapa bulan terakhir (dan beberapa saat ke depan), fokus gue cuma ke project ini.

Project yang menjadikan GUE sebagai bahan untuk self-improvement. Berusaha fokus tanpa distraksi. Gue nggak suka dengan kondisi gue sekarang, dan harus ada yang berubah.

Nothing changes if nothing changes.

Contohnya apa, Ta? Well, beberapa hal udah berusaha gue ubah.

Gue berusaha kembali bangun pagi. Jadi bisa lebih produktif kalau ke kantor. Dan dengan bangun lebih pagi, gue kayak punya beberapa jam ekstra dalam satu hari. Cobain deh!

Gue berusaha memperbaiki hubungan gue dengan Tuhan (umroh, remember?)

Gue berusaha mempertajam otak dan mental gue (tiap malam, gue usahain rutin baca Kindle dan dengerin podcast apapun topiknya). Because I realized I am getting dumber. And I need to keep up!

Gue baru daftar gym, meskipun badan sekarang linu-linu setiap abis latihan. Tapi efek positifnya, gue bisa tidur lebih cepat.

Gue juga mengurangi konsumsi gula tambahan. Biar lebih sehat karena nyokap gue diabetes.

Gue fokus mengembangkan bisnis gue di BigAlpha, dengan berusaha mencari-cari revenue stream baru.

Belakangan, gue juga lagi berusaha ‘spreading out my wings’ di lini-lini bisnis yang sama sekali gak berhubungan dengan BigAlpha. Sebagai bentuk ekspansi jiwa entrepreneurship ini menjadi sedikit lebih lebar.

Dan yang paling penting, gue lagi girl detox. 

I know, it sounds stupid. Tapi buat seseorang dengan username romeogadungan, girl detox ini baru buat gue.

Temen-temen gue aja ketawa waktu gue ceritain gue mau girl detox.

Karena mereka tau, kayaknya gue nggak pernah lama bisa sendirian. Beberapa tahun terakhir, gue selalu berhasil loncat dari satu relationship ke relationship (atau bahkan situationship) lainnya.

Dan sekarang, terasa cape aja.

Ampe kapan girl detox ini berlanjut? Gue nggak tau.

Mungkin sampe nanti Project Tirta udah bisa berjalan secara autopilot dan menjadi sebuah habit. Atau mungkin ketika nanti datang seseorang yang bisa menghentikan fase girl detox dengan sendirinya tanpa dipaksa.

Yang jelas, gue sekarang pengen menjadikan kata-kata Miranda menjadi kenyataan.

It’s time for me to focus on something instead of someone.

And that something is me.

1 thought on “Project Tirta”

  1. Pingback: Ngegym di Kursi Roda – Romeogadungan.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top