Patah hati

Patah Hati.

Siapa sih manusia di dunia yang gak pernah patah hati? Gue, lo, temen lo, saudara lo, mbak Minah pembantu kosan, ampe tukang teh botol di pinggir jalan mungkin pernah patah hati,

Semua orang pernah patah hati. Bahkan mungkin Obama juga pernah patah hati. Obama mungkin pernah galau malem-malem di kamarnya sambil ngomong.

“Nasi goreng, sate, semua enak!”

Patah hati seolah jadi hal yang wajar buat semua orang. Gue pernah beberapa kali patah hati. Gak enak memang, tapi ya mau gimana lagi. Fase gak enak itu harus dilewati.

Fase itu bikin gue belajar, dan pengen gue bagi ke kalian. Dari hasil observasi gue, ada beberapa tahapan patah hati hingga akhirnya bisa benar-benar sembuh. Gue akan bahas satu persatu fase itu disini.

1. The Break Up

Ini adalah momen pemicu patah hati. Kayak bisul, momen ini adalah saat dimana pecahnya bisul tersebut. Titik kulminasi tertinggi dari masalah-masalah yang sudah beberapa lama terjadi, lalu menumpuk dan pecah. Atau bahkan mungkin datang tanpa masalah sama sekali.

Tanpa ada masalah yang cukup berarti, tiba-tiba putus. Dan kadang keluarlah alasan-alasan klise seperti :

It’s not you, it’s me. Kita gak bisa terus begini.”

“Kita lebih nyaman jadi temen aja deh kayaknya”

“Nasi goreng, sate, semua enak!”

Biasanya, pihak yang patah hati akan sok-sok tegar. Masang muka yang seolah berkata “Gue bakalan baik-baik saja.” tapi dalam hati mulai merana.

Gengsi mulai menyelimuti menjadi kulit terluar. Dan pada akhirnya, berakhir dengan saling diam. Kepala penuh dengan kata-kata yang tak pernah bisa terucapkan.

2. The Meltdown.

Ini adalah fase mencairnya semua kesedihan yang tadi gak sempat keluar. Yang cewek mungkin nangis, yang cowok mungkin stress ampe kebawa mimpi.

Ini adalah masa-masa dimana makan gak enak, tidur gak nyenyak. Ada lubang yang cukup besar yang muncul akibat kepergian seseorang. Rutinitas yang terjadi tiap malam tiba-tiba hilang. Yang terasa cuma sepi.

Kangen dan kesepian adalah kombinasi mematikan.

Buat gue sendiri, ini adalah momen dimana gue cuma bisa tiduran di kasur, sambil ngeliat ke langit-langit kamar selama berjam-jam. Untung gak kesurupan. Stalking malah sama sekali gak menolong dan semakin menambah dosis galau.

Kepo memang pangkal sakit hati.

Di kantor cuma bisa bengong kayak ayam sakit. Dan gue bahkan pernah ditegur di kantor gara-gara kinerja gue yang turun akibat kelamaan di dalam fase ini.

Menyakitkan memang. Makanya mungkin sebenarnya bukan gak bisa move on, tapi mungkin lo cuma kesepian. Coba pikir lagi.

3. The Denial

Ini adalah fase dimana lo udah curhat dengan teman-teman lo. Dan mereka memberikan saran-saran normatif untuk membuat hati lo senang. Saran-saran seperti :

“Santai aja. Masih banyak ikan di laut” – EMANG YANG MAU JADI NELAYAN SIAPA?! &%*(&$+)0#!!!

“Mungkin ini memang jalannya. Yang terbaik buat semuanya” – terdengar seperti judul lagu Pance F Pondang.

“Nasi goreng, sate, semua enak!”

Biasanya di fase ini lo akan  berbohong kepada diri lo sendiri. Berjanji kalau semuanya akan baik-baik saja. But deep inside your heart, you know it won’t. It hurts like hell.

4. The Blaming Phase

Fase menyalahkan ini dibagi lagi dalam 3 tahap.

a. Menyalahkan si mantan.

Ini momen dimana lo menyadari bahwa saran teman-teman lo itu gak bekerja. Dan lo mulai menyalahkan orang lain, karena itu hal yang paling mudah dilakukan. Biasanya orang yang menjadi penyebab patah hati lo menjadi sasaran pertama.

“Kenapa sih lo jahat kayak gitu? Kok lo tega membohongi gue?!”

“Emang gue kurang apa? Kurang apaaaa?”

“Semoga lo gak bahagia dan ketabrak tukang odong-odong!”

b. Menyalahkan situasi sekitar dan orang lain.

Ketika lo akhirnya menyadari bahwa sebenarnya si mantan gak salah apa-apa, lo akhirnya mulai menyalahkan lingkungan sekitar dan orang lain yang sebenarnya juga gak bersalah.

“Kenapa sih gue harus ngerasain kayak gini? Kenapa?! Kenapaaaaaa?!” *kamera zoom out*

“Ini AC mati, sama kayak cinta gue. Bangsat!”

“Ini tukang odong-odong kok parkir disini lagi? Tugas lo nabrak mantan gue woi!!”

c. Menyalahkan diri sendiri.

Dan ketika lo menyadari bahwa tukang odong-odong gak salah dan dia cuma berusaha mencari nafkah yang halal, akhirnya lo tiba di saat-saat yang paling menyedihkan. Menyalahkan diri sendiri.

“Mungkin memang ini salah gue, yang kemaren terlalu cuek”

“Mungkin emang gue yang terlalu demanding, ampe bikin dia gak nyaman”

“Mungkin gue harusnya yang jadi tukang odong-odong dan nabrak dia.”

Biasanya, di fase ini muncul rentetan pertanyaan paling berbahaya yang diawali dengan “What if…

5. The Recovery

Di fase ini, lo mungkin mulai bisa lupa meski kadang masih suka menggaruk luka-luka yang hampir kering. Fase penyembuhan dimana rutinitas kerja membuat lo lupa. Fase ini lo akan menyadari kalau menyia-nyiakan hidup lo adalah tindakan yang salah. Lo akan mencari rutinitas yang membuat lo lupa.

Aktivitas apapun yang bisa menyita perhatian. Kerja sampe malam di kantor. Ikutan marathon, atau bahkan jualan koran di perempatan. Lumayan bisa nambah uang saku. Galau yang produktif.

6. The Dawn

Ketika lo mulai terbiasa sendiri. Mulai terbentuk rutinitas pribadi yang baru. And this is the time when life gives you a favor.

Jalur kehidupan lo sekali lagi bersinggungan dengan orang lain yang menarik perhatian lo. Rutinitas baru kembali muncul. Lubang yang lama kosong mulai ada yang mengisi.

Dan lo akan kembali belajar gimana caranya tersenyum.

7. And finally…The new beginning.

Ini adalah momen dimana lo melihat ke belakang dan menyadari kalau semua saran teman-teman lo tadi memang benar. Memang harus seperti ini jalannya.

Rentetan peristiwa yang membuat lo berpikir dan semakin dewasa. Sebuah peristiwa dimana lo menarik napas panjang, lalu menghembuskannya sekuat tenaga. Dan ada suara kecil yang muncul di dalam kepala lo.

“Aku memang sayang kamu, tapi aku harus lebih sayang kepada diriku sendiri.”

Saat itulah akhirnya lo bisa ikhlas, melangkah pergi meninggalkan semuanya.

Ketika sebuah hubungan dengan seseorang berakhir, percayalah bahwa kita telah selangkah lebih dekat dengan orang yang tepat.

 

Jadi, kalian sekarang ada di tahap yang mana?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top