Turnamen badminton di Scotland

Di Aberdeen, gue mencoba untuk terus mempertahankan hobi olahraga gue, salah satunya badminton.

Untuk menjaga kebugaran, gue bela-belain beli raket dan sepatu agar bisa tetap main badminton di sini. Awalnya gue agak bingung mau beli raket badminton di mana. Setelah nanya kiri kanan, teman-teman gue menyarankan untuk beli online di Amazon.

Ini adalah kali pertamanya gue belanja di Amazon.

Belanja di Amazon sudah dengan harga pas, nggak kayak belanja di Kaskus. Di Amazon nggak ada pertamax, no Rosa, no Afgan atau kirim-kirim cendol abis transaksi. Pokoknya tinggal pilih, bayar, jadi, dan tunggu barangnya diantar ke alamat.

Setelah beli raket dan sepatu olahraga, gue memberanikan diri untuk bergabung di klub badminton universitas. Tujuannya sih cuma buat latihan rutin biar gue tetap olahraga selain kuliah. Fasilitas olahraga kampus yang bagus banget juga menjadi salah satu alasannya.

Lapangan yang terjaga, dingin, shower room dan toilet yang bersih membuat gue merasa sayang jika gue nggak memanfaatkannya selama gue di sini. Ini beda jauh dengan GOR tempat gue biasa main badminton di Jakarta.

GOR yang jikalau gue pengen pipis di toiletnya, titit gue adalah benda yang paling bersih di situ.

Pertama kali ikutan klub, gue kira bakalan latihannya bakalan serius banget. Pake pelatih kayak latihan di pelatnas. Ternyata cuma main biasa doang. Bahkan tim inti universitas kemampuannya nggak jauh beda ama gue.

Hal ini cukup logis mengingat badminton bukan olahraga utama di UK, jadi tujuan utama bikin klub badminton di kampus adalah untuk mengenalkan olahraga tepok bulu ini. Jadi, sebagian besar para pemain di klub ini adalah orang-orang yang bahkan nggak tau peraturan dasar bermain badminton.

Tentu saja, ini membuat gue jumawa. Beberapa kali latihan, membuat gue cukup pede untuk bersaing. Dan ini tercermin ketika satu pesan masuk ke grup facebook klub badminton gue.

Mereka adakan mengadakan sebuah local tournament untuk badminton.

Waktu itu gue berpikir : “Okay, it’s a local tournament. I can compete with these guys”

Maka gue memberanikan diri untuk mengajak salah satu teman gue untuk mendaftarkan diri di cabang ganda putra.

Beberapa hari setelah pendaftaran, gue mendapat invitation di grup facebook yang menyatakan gue telah resmi menjadi salah satu peserta turnamen ini.

Di hari yang ditentukan, gue datang ke Aberdeen Sport Village, tempat di mana turnamen ini akan dilaksanakan.

Dan begitu nyampe di sana, apa yang gue temukan?

INI TURNAMEN BESAR!

Lapangan yang terisi penuh, penonton yang memadati tribun, pelatih-pelatih yang terus menyemangati para pemainnya. Beberapa pemain menggunakan seragam dari universitas mereka masing-masing di punggungnya.

University of Edinburgh, University of Dundee, University of Sterling, Robert Gordon University, pokoknya lengkap!

INI MAH TURNAMEN BADMINTON SE-SCOTLAND!!

Apanya yang ‘local tournament’?! Gue bahkan curiga ada pemain nasional Scotland di sini. Bandingkan dengan gue yang datang cuma pake kaos dan celana pendek, dan satu-satunya raket yang gue beli di Amazon kemarin. Entah apa yang akan gue lakukan kalau raket ini patah, mungkin gue akan menggunakan sendal gue sebagai gantinya.

Gue pun mulai mengumpulkan keberanian untuk tampil di turnamen sebesar ini. Di pinggir lapangan, tanpa pelatih, tanpa kostum, gue mulai pemanasan. Seandainya gue bawa Aqua atau Mijon pasti gue udah disangka pegawai asongan.

Dan setelah bertanya ke meja panitia, gue ternyata adalah pasangan pertama yang tampil di cabang ganda putra.

Great!

Perasaan grogi mulai menggerayangi.

Ketika memasuki lapangan, gue melihat ke atas. Puluhan penonton dan pemain lainnya menatap langkah gontai gue.

Gue menarik napas panjang dan berkata pada diri gue sendiri. “Lo bisa Ta, ada nama baik bangsa yang dipertaruhkan di sini!”

Gue memulai set pertama dengan sedikit grogi. Gue kehilangan beberapa poin pertama karena gugup dan banyak melakukan kesalahan sendiri alias unforced errors.

Tapi perlahan, gue mulai bangkit. Gue mulai mendapatkan bentuk permainan gue. Smash-smash tajam gue mulai menghujam permainan lawan. Gue bangkit dan mulai percaya diri.

Poin demi poin gue raih satu per satu.

Dan akhirnya gue bisa meraih set pertama 22-20.

ANJEEERRRR, GUE KAYAK RICKY REXY!

Di set kedua, gue dan teman gue mulai lengah. Perasaan jumawa membuat permainan kami tidak terkontrol. Alih-alih ingin bermain menyerang seperti set pertama, kali ini kami banyak bermain bertahan.

Bola-bola yang harusnya di smash agar menukik tajam malah dibiarkan melambung dan menjadi makanan empuk bagi lawan.

Ini seolah menjadi angin segar bagi lawan gue yang berasal dari universitas tetangga, Robert Gordon University. Akibatnya terlihat jelas, kami kehilangan set kedua 14-21.

Di set ke tiga, gue menjadi motivator bagi teman gue yang terlihat dalam kondisi under pressure. Gue meyakinkan dia kalau kita bisa memenangkan set penentuan ini. Awal-awal permainan tampaknya kami akan kehilangan game ini, gue tertinggal jauh.

Tapi entah dari mana, keajaiban itu nyata teman! Kami mulai bisa mengejar, poin demi poin kembali kami dapatkan. Angka mereka berhenti di delapan belas. Dan tanpa disangka, kami meraih game ini dengan angka yang sama seperti di set pertama 22-20.

Ketika pukulan terakhir gue menjadi penentu kemenangan, gue seolah terbang ke awan.

GUE. MENANG?

Ingin rasanya gue teriak. Mengepalkan tangan ke atas dan berteriak “Merdeka! Ini pembalasan lo udah ngejajah bangsa gue 350 tahun!”

Yeah!! Gue bisa juara!

Gue maju ke babak ke dua. Dan ternyata, lawan gue di babak ke dua adalah…unggulan pertama di turnamen ini. Nggak ingin patah arang, gue berusaha tetap optimis. Tetapi apa mau dikata, permainan lawan gue emang luar biasa.

Baru diservis udah di-smash. Dikit dikit di-smash. Kayakanya lawan gue ini pemain pelatnasnya Scotland sih gue yakin. Curiga dia Taufik Hidayat nya Scotland kalau begini ceritanya.

Baru gue servis dan naikin bolanya ke atas udah langsung di smash lagi.

WOI TOLONG LAH INI KITA KAPAN MAENNYA KALAU LANGSUNG DI SMASH?!

Pertandingan ini nggak bertahan lama. Gue langsung kalah 21-4, 21-3. I got my ass kicked!

Anti klimaks.

Yeah, at least I tried.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top