Review : Traveloveing

Apa yang anda lakukan ketika sedang patah hati?

Ngetweet galau? Belanja? Curhat ama temen-temen? Bengong kayak orang kesambet?

Bagaimana jika traveling?

Fenomena ini yang coba diangkat oleh para penulis Traveloveing.

Okay, kita mulai dari awal.

Hari itu gue dikejutkan oleh tibanya sebuah paket di locker gue di kantor. Paket menyenangkan untuk seorang blogger.

Buku gratis. Hehe..

Di dalamnya, terbaring manja sebuah novel warna pink khusus dikirimkan khusus buat gue. Begitu nyampe rumah, dengan rasa tidak sabar, langsung gue keluarkan dari sampul plastiknya. Ahhh..the smell of a new book.

Semakin gue baca, gue semakin terhanyut dalam lembaran-lembaran cerita ini.

Buku ini merupakan cerita yang berkaitan dari empat orang yang berbeda. Grahita, Mya, Roy dan Dendi. Bereka berempat mengalami hal yang sama. Hal yang menyebalkan bernama patah hati. Dan cara mereka berusaha melakukan hal yang unik untuk mengobati rasa sakit dari patah hati.

Traveling.

Bagaimana Gelaph berusaha melupakan seseorang bernama Mr. Kopi.

Dendi yang melakukan perjalanan lintas negara hanya demi melupakan seorang gadis.

Mya jauh terbang ribuan kilometer berusaha move-on dari masa lalu.

Roy yang terjebak dalam kekosongan yang berlapis setelah ditinggal pergi.

Semuanya berusaha berdamai dengan diri sendiri.

Seinget gue, ngga banyak novel yang bercerita tentang traveling dan patah hati di kombinasikan yang beredar di pasaran. Apalagi ditulis oleh empat orang yang berbeda dan cara bercerita yang berbeda pula. Novel dengan cara bercerita seperti ini mirip dengan Travelers Tale (ditulis oleh Adhitya Mulya dkk) dan Antalogi Rasa (ditulis oleh Ika Natassa). Dan sejauh ini, keduanya adalah favorit gue.

Jadi, menemukan novel Indonesia dengan gaya penulisan yang majemuk seperti ini merupakan kebahagiaan tersendiri.

Membaca cerita dalam #Traveloveing, ibarat mendengarkan empat orang teman menyenangkan yang sedang bertutur jujur yang memiliki kisah yang berbeda. Masing-masing punya keunikan tersendiri.

Ditambah lagi dengan cerita mengenai tempat-tempat menarik dan peristiwa yang mereka alami selama traveling. Sawah di Ubud, Gurun pasir di Dubai, Batu Cave di Malaysia, Tuk-Tuk di Thailand.

Ditambah dengan foto-foto tempat-tempat yang mereka kunjungi. Semuanya bikin sirik maksimal.

Cerita-cerita di dalam novel ini juga ga cocok bagi orang yang lagi patah hati, karena quote-quote di dalamnya bener-bener nancep.

Liat aja beberapa yang gue inget di bawah ini :

“Tubuh berjarak, tapi hati tak ikut bergerak. Kaki melangkah, namun hati sepertinya sudah lelah.” – Traveloveing

“…patah hati sering kali menjadi alasan tertinggi untuk jadi pembenaran bagi kita untuk melakukan hal paling ngawur sekalipun.” – Traveloveing

Bikin pengen nangis dibawah pancuran kan?

 

Menurut gue, pada dasarnya, traveling dan patah hati itu sama. Mencoba pindah.

Pindah ke rumah baru, dari rumah lama yang sudah tidak lagi nyaman. Pindah dari hati lama ke hati yang baru.

Perpindahan hati, kadang harus dilakukan dengan berpindahan fisik.

“Berjarak, untuk melonggarkan hati yang sesak” – Traveloveing.
Dan kali ini Traveling menjadi jawabannya.

Pergi ke tempat-tempat baru.

Bertemu orang-orang baru,

Mencoba kebiasaan-kebiasaan baru.

Membuka lembaran-lembaran baru, dan menutup lembaran yang sudah selesai dibaca.

Traveloveing memberikan makna baru dalam patah hati, bukan sekedar air mata dan penyesalan, tapi bagaimana caranya untuk bisa bergerak maju dengan cara yang menyenangkan.

“Hati Patah, Kaki Melangkah” – Traveloveing.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top