Beberapa hari yang lalu, si pacar cerita tentang betapa excited nya dia mau kkn. Ya, sebagai mahasiswa tingkat akhir, emang sekarang jatahnya dia buat kkn.
Tinggal disatu desa sambil bikin program dan mengabdi ke desa itu.
Kampus gue sebagai salah satu PTN di Bandung, masih mewajibkan mahasiswa nya untuk kkn, sebagai salah satu bentuk tridharma perguruan tinggi yaitu mengabdi kemasyarakat (jangan tanya yang 2 lagi apa, gue ga tau.hehe)
Gue dulu kkn disalah satu desa di kabupaten bandung. Letaknya sih ga jauh dari kota bandung, cuma sejam kalo naek motor.
Yaudah gue dan temen-temen kkn gue ga perlu nginap, cuma tiap hari pulang pergi kesana.
Nama desa gue desa sindanglaya kecamatan cimenyan, kabupaten Bandung.
Serem ga tuh? Cimenyan??
Lokasinya sih didaerah perbukitan gitu, dan ngga serem sama sekali. Di deket desa itu ada kompleks militer, beberapa sd, dan 1 smp.
Mayoritas penduduknya itu petani, sebagian tentara, dan pegawai negeri sipil.
Sisanya pejabat (pengangguran jawa barat) dan ibu rumah tangga.
KKN sendiri sebenernya melakukan sesuatu untuk desa itu, melihat potensi yang ada didesanya, dan melakukan apa yang bisa dikembangkan didesa itu.
Nah, untuk mengetahui potensi desa itu, otomatis kelompok kkn gue harus mengenal lebih intim desa itu (ya gue tau, bahasa gue kayak majalah dewasa) dengan cara interview atau ngobrol ke perangkat desa disana.
Jadi, hari-hari pertama KKN kita habiskan dengan berkenalan dengan kepala desa, sekretaris desa, ibu-ibu pkk, ibu-ibu pengajian, tokoh masyarakat, ampe guru-guru sd disitu.
Kita lebih banyak nanya mengenai demografis, batas wilayah, profesi mayoritas masyarakat disitu ampe masalah-maslah sosial yang ada disana.
Awalnya bingung sih mau bikin apa, sampai akhirnya kita ngomong sama guru-guru di SD Sindanglaya.
Pas kita berkunjung ke sekolahnya, sekolahnya agak kotor, dan berlumpur, kita ngobrol di kantor kepala sekolahnya.
Piala-piala berjejer diatas lemari di ruangan itu. Sebagian sudah agak berdebu. Disana kita disuguhi teh dan makanan ringan.
Keramahan khas pedesaan kata gue dalam hati.
Kita banyak ngobrol tentang proses balajar mengajar disitu. Prestasi-prestasinya, murid-muridnya, ampe masalah-masalahnya.
Kita ngeliat semua prosesnya sangat manual, masalah database murid, penilaian, absensi dan lain-lain.
Semua itu masih manual, dan membuat kita berfikir untuk menyumbangkan 1 unit Honda jazz komputer ke sekolah itu. Toh komputer bekas yang layak pakai untuk sekedar ngetik dan spreadsheet ga mahal-mahal amat.
“bu, kalo kita sediakan komputer, untuk operasional sekolah berguna ga kira-kira bu?’”kata ketua kelompok gue ke ibu kepala sekolah.
“oh ga usah den, kemaren aja radio tape buat senam pagi ilang dicuri orang, apalagi komputer, ga usah den.” kata si ibu enteng..
‘…………’
‘………….’
Dan kita pun mencoret rencana pembelian komputer itu.
Akhirnya, setelah nanya sana sini. Ternyata kita mengetahui kalo angka putus sekolah disini tinggi banget, mungkin karena faktor biaya dan motivasi. Banyak anak-anak disini ngga melanjutkan lagi sekolahnya.
Karena itu, kita memutuskan untuk bikin program yang lebih konsen kearah pendidikan dan kesehatan. Program-program yang kita buat antara lain.
1. Ngajar di SD,
2. Bimbingan psikologi, untuk ibu-ibu agar bisa memotivasi anaknya buat terus sekolah..
3. Penyuluhan sikat gigi dan cuci tangan buat anak sd.
4. Nonton bareng film pendidikan buat anak-anak sd.
*Ngajar anak SD.
Seharusnya ini ga masalah kan buat mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir suatu universitas??yang diajar anak sd kok, sesusah apa sih pelajaran anak SD?
Kita pasti bisa dong, kata kita pede. Ibu-ibu gurunya waktu kita bilang kita mau ngajar, langsung seneng banget. Mereka bisa nganggur sambil ngegosip di kantor.
Dan kita sebelum ngajar, beli snack-snack gitu buat mereka yang bisa jawab pertanyaan-pertanyaan kita nanti. Ngajar anak SD?? Siapa Takut!!
Ternyata sodara-sodara, ngajar anak sd itu sih ga susah, materi pelajarannya cuma penjumlahan, pengurangan, trus ngajar baca kayak, ini budi, ini bapak budi, yang begitu-begitu..
Beneran ngajar mereka ga susah, tapi…
NGATUR MEREKA BUAT DUDUK NGEDENGERIN PELAJARAN YANG SUSAH!!!
Serius man, ngajar anak SD adalah hal yang paling chaos banget, apalagi lo orang baru disitu.
Lari sana lari sini, loncat sana loncat sini, ada yang ngobrol dibelakang, ada yang tereak-terak, ada anak cowo gangguin yang cewe, ingus dimana-mana, tiba-tiba ada yang nangis..
“aa, dia ngejambak rambut aku!!huaaaaaaa” yang cewe nangis akibat terus diangguin.
Ya Tuhan apa salah ku?!
Belom lagi kalo ngajarnya abis mereka istirahat, bau keringat dimana2. Tau kan lo anak sd itu kalo istirahat itu kerjaannya lari-larian.
Begitu mereka masuk, bau keringet, bajunya kotor, ingus dimana-mana (tetep).
Karena gue orang Sumatera, darah gue cepet panas, dan ga mungkin gue narik kerah baju mereka dan mukulin anak orang didesa itu,
*whooosaaaaahhhh*,
gue memilih untuk ngajar yang juara-juara kelas aja.
Biasanya yang juara-juara kelas ini anaknya patuh-patuh, diem, berbakti pada orang tua, makannya banyak dan pinter manjat pohon. Pokoknya calon-calon penerus bangsa deh.
Jadi karena kita ngajarnya rame-rame, begitu masuk kelas gue langsung nanya,
‘siapa yang juara kelas disini???” kata gue
Biasanya si anak akan ngacung, dan disebelahnya lah gue menghabiskan waktu ngajar gue.
Biarin yang bandel-bandel urusan temen-temen gue.hahahaha (ketawa setan)
Jadi pas ngajar, satu temen gue ngajar didepan deket papan tulis, dan gue, seperti biasa, ngambil posisi deket anak juara..
Ibarat mentor pribadinya, gue bertanya
“udah selesai?” kata gue ramah ke anak juara, sambil senyum tentunya.
“sudah pak”
“sini bapak liat, wahhh… bener semua, pinter….ITU YANG DIBELAKANG JANGAN RIBUT YA?? KALO GA GUE CEKEK LO SEMUA!!!!”
Arrrrrggghhhhhhhh!!!!
Ngajar anak SD ternyata bikin darah tinggi.
Penyuluhan psikologi.
Program yang ini bisa gue bilang berjalan sukses. Karena target kita ibu-ibu, dan sebagian besar ibu-ibu disana adalah ibu rumah tangga, dan ibu rumah tangga biasanya ga ada kerjaan setelah nganterin anaknya ke sekolah, acara yang kita gelar pagi rame banget. Balai desa yang kita pinjam penuh.
Kita mendatangkan seorang psikolog, untuk membantu menjelaskan ke ibu-ibu itu bagaimana cara memotivasi agar anaknya mau terus sekolah. Acara tanya-jawab antara penonton dan narasumber berlangsung hangat.
posisi gue sendiri dalam program ini sebagai tukang sound. ya, gue memastikan agar sound, mikrophone, dan proyektor berjalan normal.
Ahhhh, indahnya masa muda.. 🙂