Keperawanan

Sudah hampir dua bulan ini gue terhitung jarang untuk menulis di blog. Dari sekian banyak alasan yang muncul, mulai dari gak ada waktu, internet lelet atau jadwal modeling yang padat, kini ada alasan lain yang bisa gue tambahkan.

Ask.fm. hehehe..

Sejak 1-2 bulan yang lalu, gue mulai membuat akun ask.fm.

Berawal dari keisengan dan banyaknya jumlah cewek cantik yang rajin selfie di social media itu, membuat gue penasaran ingin mencobanya. Dan kini, dalam setiap hari pasti gue akan menyempatkan diri untuk membuka akun ask.fm di luar akun twitter yang gue buka setiap hari.

Keunikan pertanyaan-pertanyaan yang masuk di ask.fm membuat gue sedikit memutar otak untuk memberikan jawaban yang unik, lucu namun tetap jujur.

Tanpa sadar, gue mulai menuliskan ide-ide atau pemikiran gue di ask.fm

Dan dari sekian banyak pertanyaan yang masuk, baik dari followers atau dari yang anonim, ada pertanyaan yang sudah beberapa kali ditanyakan ke gue. Membuat gue berpikir dan merasa harus menuliskan fenomena ini di blog.

Pertanyaannya kira-kira kayak gini : “Kak, nanti ketika kakak mau menikah dan menemukan calon istri kakak sudah tidak perawan lagi gimana kak?”

Mari kita abaikan panggilan kakak yang masuk, dan berkonsentrasi ke pertanyaannya. Pertanyaan ini membuat gue sedikit mengernyit dan memikirkan jawaban apa yang hendak gue berikan. Jawaban yang jujur yang sesuai dengan logika dan hati nurani gue. Karena boleh dibilang, pertanyaan ini akan menjebak gue dalam kondisi yang serba salah.

Kondisi abu-abu yang rumit. Dan pastinya memaksa gue untuk memilih bersikap egois atau berbesar hati?

Dan ini jawaban gue,

Sebangsat-bangsatnya pria, pasti pengen mendapatkan wanita yang masih perawan. Itu pasti. Apalagi kita tumbuh di lingkungan yang masih mengagung-agungnya keperawanan sebagai salah satu barometer baik atau tidaknya seorang wanita.

Egois memang, tapi begitulah kenyataan yang berlaku.

Tapi apa benar semudah itu? Bagimana dengan pria? Tidak adil dong kalau keperawanan wanita menjadi tolak ukur tidak kebaikan sedangkan keperjakaan pria tidak (dan saat ini memang belum ada cara untuk menguji keperjakaan pria).

Jadi selama keperjakaan pria tidak menjadi tolak ukur hal yang sama, maka menurut gue, jangan jadikan keperawanan seperti itu. Karena akan menjadi standar ganda.

Dalam kasus gue pribadi (yang diwakilkan oleh pertanyaan anonim tadi), hal itu bukan menjadi masalah.

Ketika nanti gue sudah memutuskan untuk menikahi seseorang, pastilah gue sudah melakukan riset yang cukup. I have done my homework.

Gue pribadi pasti telah sangat cocok dengan sikapnya, tingkah lakunya, visi masa depannya, pandangannya terhadap hidup dan agama, keluarganya, dan hal-hal prinsipil lainnya.

Apakah gue akan membuang semua pertimbangan itu hanya karena demi keperawanan? Tentu tidak.

Ketika saya nanti memutuskan untuk menikahi seseorang, pasti saat itu saya telah berkomitmen untuk menikahi dirinya, keluarganya dan juga masa lalunya.

Jadi gue bukan semata-mata menikahi selaput daranya. Dan itu jawaban paling jujur yang bisa gue berikan sekarang. Nggak tau nanti.

Kalian gimana? Let me hear your opinions.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top