Umur gue tahun ini menginjak dua puluh enam tahun.
Umur yang menurut ‘norma’ yang berlaku di sebagian besar wilayah Indonesia adalah umur yang layak untuk menikah.
Wajar, melihat beberapa teman baik gue bahkan sudah mempunyai anak. Tidak jarang, gue mendapat kata-kata yang seolah mengganggu prinsip gue.
“Umur berapa mau nikah Ta?”
Untuk orang-orang yang bertanya seperti itu, ini ambil jari tengah gue.
Here’s a thing. I am not against marriage. But setting a marriage only by your age is totally stupid.
Hal ini diperparah dengan pertanyaan-pertanyaan basa basi yang muncul pada saat Lebaran. Tau kan, pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak terlalu kita kenal yang cuma ketemu setahun sekali.
Orang-orang ini biasanya akan bersikap sangat basi dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan retoris semacam :
“Lagi libur ya bang?”
……………………
Menurut lo? Gue lagi disini, ya masak gue abis ngantor? Emang gue bisa teleport? Gue kerja di kantor bukan di Star Trek.
Pertanyaan-pertanyaan ini akhirnya melebar menjadi “Mana calonnya bang?”
Lha si bangsat ini baru aja tadi salaman minta maaf sekarang kok bikin kesel lagi?
Awalnya gue masih santai kalau ditanya-tanyain pertanyaan seperti ini. Hingga akhirnya nyokap gue campur tangan.
Ntah kenapa, sejak terakhir kali putus membuat gue malas untuk mengenalkan wanita-wanita yang sedang gue deketin ke keluarga. Males aja gitu karena belum jelas ujungnya gimana. Gue berniat kalau memang nanti gue sudah benar-benar serius, gue baru akan kembali mengenalkan wanita yang gue suka ke keluarga.
Hal ini ternyata membuat nyokap gue khawatir. Dia melihat gue seperti tidak punya usaha untuk memperbaiki kehidupan asmara gue. Dan puncaknya, beberapa waktu lalu dia mengirimkan sms yang membuat gue shock…
“Abang masih suka cewek kan?”
Jegerrrr!!!!
Nyokap mulai menyangka gue berubah menjadi gay. Mungkin nyokap gue mengira ada tombol on-off dimana gue dengan mudahnya mengubah orientasi seksual gue.
Demen cewek – pencet tombol ini
Demen laki – pencet tombol ini.
Menyikapi pertanyaan nyokap yang mulai tidak logis seperti itu, gue cuma menghela napas dan berusaha meyakinkan nyokap gue kalau anaknya baik-baik saja.
Tidak apa seorang pria belum menikah di umur 26 tahun. Tidak apa seorang pria sedang menikmati kesendiriannya. Tidak apa seorang pria masih berusaha mengejar impian dan ambisi-ambisi pribadinya sebelum memutuskan untuk menikah.
Menurut gue, kesendirian itu bermakna kok. Karena bagaimana mungkin lo bisa membahagiakan orang lain, ketika lo belum bisa membuat diri lo sendiri bahagia.
Semuanya masih normal kok.
Tapi hal itu tidak membuat nyokap gue mundur. Dia masih saja terus berusaha untuk mencarikan calon istri buat gue.
Gue sih mencoba bersikap santai menyikapinya. Karena ini adalah salah satu bentuk cinta ibu kepada anaknya. Dan kadang, cara nyokap gue ini sedikit ajaib. Sumpah gue gak bohong, sekali waktu nyokap gue pernah ngirim sms kayak gini :
“Bang, bunda ada cewek buat abang. Mau? Anaknya cantik, umur 24 tahun lagi cari calon suami. Orangnya kecil tinggi. Wajahnya kayak cut-cut gitu.”
Edan!
Tanpa bermaksud merendahkan dan mengurangi rasa cinta gue terhadap wanita yang telah mengorbankan nyawanya untuk melahirkan gue, tapi nyokap benar-benar terdengar seperti germo.
Dan gue adalah pelanggannya!
Mukanya kayak Cut?! Ini akan membuat gue seperti Ariel!
Pertama kali gue baca sms itu, gue ngakak dan langsung gue print screen masukin Path. Nyokap sebegitu khawatirnya kalau anak lelaki tertuanya akan tidak menikah dan mati sendirian di tempat tidur tanpa ada yang menemani.
Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran buat gue.
Sejauh apa nyokap gue akan bertindak? Jangan-jangan pas gue mudik lebaran nanti begitu gue pengen masuk kamar, di dalamnya udah ada cewek-cewek setengah telanjang yang tersedia di dalam kamar, lengkap dengan tiang buat pole dancing. Dilengkapi dengan dentuman musik, lampu kerlap-kerlip dan om gue yang bertanya…
“Libur bang hari ini?”
Arrrrghhhhh!!