Hal-hal yang gue suka saat tinggal di Aberdeen

Setelah tinggal di Aberdeen, banyak hal yang baru yang gue temui. Nggak semuanya bersifat negatif, beberapa di antaranya merupakan hal positif yang gue harap bisa berlaku juga di Indonesia.

Berikut adalah beberapa hal baru yang gue sukai selama tinggal di Aberdeen.

1. Universitas

Kayak yang gue bilang sebelumnya gue masih kaget ama sistem kuliah gue yang benar-benar baru.

Dan University of Aberdeen ini kombinasi yang agak aneh. Universitas ini merupakan salah satu kampus tertua di Eropa.

Kampus ini berdiri tahun 1495, jadi umurnya hampir 600 tahun. Bayangin, di saat Ken Arok ama Ken Dedes masih berantem ama Empu Gandring, udah ada yang kuliah di sini. Abis kuliah trus mahasiswanya cabut karaokean ke Inul Vista.

Jadi, kampus gue itu kampus yang tua banget. Bangunannya masih berupa kastil-kastil kayak yang kita lihat di film Harry Potter.

 

Tapi bukan berarti semuanya gedung tua, bangunan yang paling barunya adalah perpustakaannya. Di perpustakaan ini, teknologinya modern. Bahkan katanya perpustakaan ini adalah salah satu yang paling modern di Eropa.

Dan pas gue ke sana, emang beneran keren sih. Baru kali ini gue liat perpustakaan yang canggih kayak gini. Setiap selesai memilih dan akan meminjam buku, kita cukup ke atm nya, scan id mahasiswa dan taro bukunya di atas mesin dan voila…selesai.

 

Buku sudah berhak kita bawa keluar, dan bukti peminjaman akan dikirim via email kampus.

Ketika akan jatuh tempo, sebuah reminder akan dikirim via e-mail pribadi mahasiswa. Dan ketika mengembalikan mahasiswa cukup meletakkan buku itu di sebuah mesin yang berfungsi layaknya conveyor belt bagasi yang ada di bandara.

Mesin itu akan men-scan buku itu, dan mengirimkan bukunya langsung ke tumpukan buku yang akan dikembalikan per lantai.

Canggih banget!

Pertama kali ngeliat mesin ini bekerja, gue otomatis ngomong “Wuooow, mejik!”

2. Air keran yang langsung bisa diminum.

Meskipun terdengar bodoh, ini adalah hal yang gue suka dari tinggal di Aberdeen.

Air keran di UK memang aman untuk langsung diminum dari keran. Jika haus lo cukup ke dapur dan mengisi gelas dengan air keran alias tap water.

Awalnya gue ragu untuk melakukan ini, namun setelah melakukan sedikit riset di internet, ternyata kualitas tap water di UK sangat dikontrol dengan ketat sehingga aman diminum.

Selama tinggal di sini, gue nggak pernah beli air minum. Gue cuma pernah beli air mineral sekali, yang wadahnya gue gunakan berulang-ulang untuk botol minum gue ke kampus.

Tentu saja hal ini nggak bisa kita lakukan di Indonesia. Bayangin aja kalau di Indonesia kita langsung minum dari keran. Haus sih emang langsung ilang, tapi diganti dengan diare yang langsung datang.

Air dengan tambahan bakteri e-coli.

3. Makanan sehat yang murah

Selain karena susahnya mencari soto ambengan di Aberdeen, gue mulai belajar memasak dan membeli bahan makanan gue sendiri karena alasan ekonomis.

Setelah belanja di supermarket, gue menyadari satu hal yang menyenangkan. Bahan makanan sehat di sini dijual lebih murah dari Indonesia. Roti gandum, jus, apel, jeruk, dan anggur harganya lebih murah dari yang ada di Indonesia.

Sebagai perbandingan, anggur tanpa biji setengah kg hanya dijual 1-2 pounds atau sekitar 20-40 ribu rupiah saja.

Jus jeruk satu setengah liter cuma sekitar 1 pound alias dua puluh ribu. Gue bisa kenyang ama jus doang nih di Aberdeen. Kalau di Indonesia, jus jeruk yang dua puluh ribu bisa dapet satu setengah liter paling cuma Ale-Ale atau Jasjus.

Harusnya inilah yang terjadi ketika subsidi dialihkan ke barang-barang yang produktif bukan hanya ke bahan bakar.

4. Orang-orang yang mencintai kebersihan dan alam

Karena kultur mencintai alam (bukan adiknya Vety Vera) yang kental, orang-orang di sini cinta banget kebersihan.

Mereka nggak biasa hidup kotor dan berantakan.

Sekali waktu, gue pernah menjatuhkan potongan tiket dari saku gue ke lantai. Karena memang sudah tidak berlaku lagi, gue cuma melengos aja melihat potongan tiket itu tergeletak di lantai.

Tiba-tiba seseorang datang memungut sampah gue itu dan berkata : “Let me put that in the bin for you, okay?”

Otomatis gue langsung merasa gak enak,

“I’m sorry. Let me do it.” Kata gue sambil membuang potongan itu ke dalam tong sampah.

Gue malu.

Kecintaan terhadap alam ini juga tertuang dalam aktivitas-aktivitas mereka lainnya.

Ketika melewati Seaton Park di dekat flat gue, ada beberapa orang yang sedang melakukan bird watching alias memerhatikan burung.

Buat yang belum tau, aktivitas memperhatikan burung di taman ini biasa dilakukan beramai-ramai.

Mereka biasanya berkelompok, membawa teropong dan pergi memperhatikan burung. Oke, ini memang terdengar agak ambigu ketika dibaca.

Maksud gue, mereka memang suka ngeliatin burung lewat teropong, anuu.. burung yang binatang maksudnya, bukan burung yang lain.

Hahahaha, tai lah gue ngakak sendiri nulis ini.

Anyway, intinya mereka suka memperhatikan burungnya alam. Hahahahaha.

Shit, I’m done here.

***

Intinya hingga saat ini gue masih adaptasi dan kaget dengan beberapa teknologi, kebudayaan, kebiasaan mereka.

Dan jadi berandai-andai, bisa gak ya suatu saat Indonesia kayak gitu?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top