Kalian masih ingat ama SKJ? Alias Senam Kesegaran Jasmani?
Pasti tau lah ya, anak 90an pasti tau ama senam jenis ini. SKJ kayaknya merupakan kegiatan wajib yang harus dilakukan anak SD di jaman pemerintahan Soeharto sebelum masuk kelas. Yang musiknya kayak gini.
Tetetetetetet..tetetetetettet..akh kalian pasti tau lah.
Dulu waktu SD, gue selalu menjadi percontohan buat anak-anak lain. Gue selalu menjadi wakil dari SD gue untuk menghapal gerakan-gerakan SKJ sebelum dipraktekkan secara luas ke murid-murid lain. Gerakan gue luwes, energik dan ritmis. Ditambah lagi kemampuan gue yang cepat menghafal urutan gerakan SKJ. Ntah karena gue berbakat atau karena gue titisan Denny Malik.
Tapi keahlian gue untuk masalah senam menyenam berakhir saat gue lulus SD. Olahraga gue berubah menjadi sepakbola, badminton atau futsal.
Dan tadi siang, di kantor gue ada Challenge Games.
Oke, sebelum gue cerita lebih lanjut, gue mau jelasin dulu.
Kantor gue adalah salah satu sponsor Olimpiade London. Dan dengan semangat olimpiade itu, kantor gue membuat acara semacam olimpiade untuk para management trainee nya (yang sering disebut challengers). Namanya Challenge Games. Dan gue, sebagai salah satu challenger, harus mengikuti acara ini.
Olahraga yang diperlombakan gak banyak, cuma pingpong, mini futsal, renang, dan fun aerobik. Semuanya bisa dilakukan di komplek olahraga di kantor gue. Jadi tanpa harus keluar dari area kantor, kami semua bisa ikutan dalam acara ini. Gue sendiri berpartisipasi dalam pingpong, mini futsal, dan aerobik (yang mana wajib dilakukan oleh semua peserta).
Nama kelompok gue nasionalis 80s. Ntah apapunlah artinya itu. Seragamnya pun simple, bernuansa merah putih kayak bendera. Mungkin efek karena males mikir, akhirnya kita pasrah dengan nama dan tema itu.
Dari awal gue sudah bertekad, gue ingin membawa kelompok gue menang, meraih medali demi medali. Gue sangat kompetitif. Gue adalah harapan utama tim gue. Gue ingin juara!
Gue gak perlu cerita gimana gue main di futsal dan pingpong, karena ga ada yang spesial tentang itu. Gue jago di keduanya.
Yang paling berkesan buat gue itu adalah aerobik. Cabang pertama yang diperlombakan siang itu. Semua kelompok dikumpulkan dilapangan tenis jam 1 siang. Ya, gue gak tau ini challenge games atau penyiksaaan padang mahsyar.
Satu panggung sederhana telah disediakan di depan, menjadi tempat sang instruktur wanita berdiri, yang akan menjadi contoh bagi kami semua, pegawai-pegawai yang malas bergerak ini.
Musik pun dimulai, irama yang cukup menyentak dan bersemangat keluar dari dua speaker besar yang telah disediakan panitia. Musiknya bukan seperti musik senam SKJ yang kita telah ketahui bersama, sedikit berbeda tapi cukup bertenaga untuk memompa adrenalin para peserta.
Sang instruktur mulai pemanasan dengan melakukan gerakan-gerakan sederhana, seperti jalan di tempat yang diiringi tepukan. Tau kan gimana gerakannya?
Melihat gerakan sang instruktur, otomatis gue bereaksi…Pfffttt..segini doang?
Gue jaman SD bisa jauh lebih hebat dari ini. Gue waktu itu bisa melakukan gerakan-gerakan mustahil. Badan gue sangat lentur. Ibarat bandeng fresto, tulang gue lunak. Apalagi gue yang sekarang? Pria dewasa yang sudah ditempa oleh kerasnya kehidupan selama belasan tahun? I can do this shit!
Tempo musik mulai meningkat, si instruktur mempercepat gerakannya. Posisi-posisi tubuh mulai sulit, urutan-urutan gerakan yang semakin cepat membuat gue mulai kesusahan untuk mengikuti. Ketek mulai basah.
Akhirnya senam aerobik ini mencapai puncaknya. Dimana variasi gerakan mulai berubah dengan cepat. Tempo yang meninggi, dan panas yang menyengat membuat keringat yang mulai membanjir.
Gue mulai frustasi. Kemana tirta yang dulu pintar menghapal gerakan? Kemana sosok gue yang lincah bak menjangan yang dulu pernah ada? Gue merasa gagal.
Sambil tetap melakukan gerakan, gue merenung. Gue ga boleh kayak gini. Dan seperti Son Go Ku dalam komik Dragon Ball yang berubah menjadi manusia saiya super, gue mengeluarkan semua tenaga terakhir gue. Gue ga boleh patah semangat. Gue harus berubah, demi tim gue!
Dan mulai lah gue bergerak melakukan gerakan-gerakan utama dalam fun aerobik itu. Ga ada lagi gerakan-gerakan malu-malu. Ga ada lagi jaim. Ga ada lagi gerakan ragu-ragu. Totalitas!
Gue bergerak ke kiri, gerak ke kanan, loncat ke kiri dan ke kanan, angkat kaki, tepuk tangan dan peregangan. Kesimpulannya, gue sangat lenjeh.
Ingin terlihat seperti Vicky Nitinegoro, gue malah yakin kalo gue lebih mirip Vicky Burki. Kromosom X tampaknya terlalu mendominasi. Selama aerobik gue berpikir, begitu semua ini selesai, gue akan balik ke kosan, mengunci pintu dan nonton bokep. Biar kembali normal.
Dengan melakukan aerobik selama setengah jam di lapangan tenis di siang hari bolong, membuat badan gue meleleh. Napas ngos-ngosan, betis kayak tukang becak, dan lengan yang kram karena terlalu banyak gerakan mengangkat tangan ke atas.
Setelah setengah jam, sesi aerobik akhirnya diakhiri dengan sesi pendinginan. Gue? Gak usah ditanya, gue udah hampir kolaps. Berjalan agak sempoyongan ke arena berikutnya. Masih ada cabang pingpong tunggal dan ganda yang harus gue mainkan. Belum lagi mini futsal beberapa jam kemudian. Dan melihat jadwal pertandingan itu, gue langsung berkesimpulan..
I was born to be an accountant, not an athlete. Dua jempol gue berikan kepada Vicky Burki. You rock mam!
Pelajaran dari challenge games kali ini adalah, sombong itu ga baik.
PS : My team didn’t get any medal in that day. Yeah, poor us. Now excuse me, I have some porn to watch.