Gue baru ganti mobil.
Nggak, ini bukan postingan seperti itu di mana gue akan bragging mobil baru gue.
This is about something else.
Mobil gue mobil tua. Setelah lama menimbang-nimbang (dan menabung), memang sudah saatnya mobil itu berganti. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mobil gue sebelumnya. Mobilnya masih enak, kaki-kakinya masih empuk, AC-nya masih dingin.
Tapi mobil itu nggak bisa lagi memenuhi kebutuhan gue.
Mobil gue yang lama adalah CRV tahun 2009, umurnya udah 16 tahun. The very first big purchase I did with my paycheck after getting my master degree.
For those who know me, I take care of things. Makanya barang-barang yang gue punya itu awet. Begitu juga dengan mobil ini. Kondisinya masih prima banget.
Yang menjadi masalah terbesar buat gue dengan mobil ini adalah letak parking brake nya yang ada di kaki kiri. Seinget gue beberapa mobil Honda memang fiturnya seperti ini, kayak Honda Freed dan Honda – CRV generasi lama.
Waktu gue beli dulu, tentu fitur ini bukan menjadi isu buat gue. Lha, gue masih sehat walafiat.
Tapi belakangan, dengan kaki kiri yang relatif masih lebih lemah dari kaki kanan, fitur ini menyusahkan gue sekarang. Gue gak bisa nyetir sendiri.
Jadi dengan alasan itu, gue harus ganti mobil.
Gue butuh mobil yang lebih modern dengan fitur safety yang lebih lengkap yang bisa mengakomodir kondisi gue saat ini. Gue nggak bisa menunggu kondisi gue balik 100% seperti dulu, baru nyetir lagi karena waktu itu nggak tau kapan datangnya.
So, I need to adjust things. I need to adjust my life.
Dan saat waktu mobil itu tiba, gue langsung masuk dan duduk di kursi pengemudi. Jauh banget emang perkembangan teknologi dari sebuah mobil buatan 2009 jika dibandingkan dengan keluaran 2025.
Gap teknologi selama enam belas tahun langsung terasa.
Semua tombol yang sudah elektrik, layanan digital melalui head unit yang lengkap, hingga belasan safety features yang sudah siap untuk membantu gue kembali mengemudi.
Kaki kiri gue sekarang cukup diam di sana tanpa tugas. Kaki kanan pun tidak perlu bekerja keras karena dibantu fitur-fitur keselamatan tadi.
Dan setelah hampir 10 tahun setelah GBS, sekarang gue bisa kembali mengemudi di Jakarta. I gained almost 100% of my independence like before GBS.
And it made me realized something.
Life is very adjustable.
Mobil ini ternyata bukan hal pertama yang gue sesuaikan dalam hidup gue, mengikuti kondisi gue saat ini.
Kursi plastik di kamar mandi, to adjust my showering process.
Standing desk di kantor, to adjust my working condition, following my needs to regularly exercise.
Even my team know and understand my physical needs and limitations. Ketika mereka setup meeting atau bikin event, mereka pasti sudah memperhatikan akses masuk buat gue tanpa harus diminta.
Semua hal yang sekarang yang berputar dalam hidup gue ternyata sudah gue atur sedemikian rupa untuk mengikuti kebutuhan gue.
Jadi inti dari cerita gue kali ini adalah, adjust your life.
Ada banyak hal-hal yang bisa kita ubah mengikuti kebutuhan kita saat ini. Ada banyak hal-hal yang memang harus kita tinggalkan karena memang sudah tidak sesuai. Baik itu orang, pekerjaan, barang atau bahkan hubungan.
Kita kadang memang suka khawatir berlebihan. Ngerasa kalut dan takut kalau kita kehilangan sesuatu dalam hidup. Rasa “kehilangan” yang terpantik itu seolah memicu naluri-naluri primitif di dalam otak yang seolah sudah siap untuk langsung membuat skenario-skenario paling buruk.
Padahal sering kali, kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan gue pernah baca bahwa sekitar 85% hal yang kita khawatirkan dalam hidup itu sebenarnya tidak akan pernah terjadi.
Lima belas persen sisanya, akan terjadi anyway. Lantas, kenapa harus khawatir?
Pun terjadi, ingat aja cerita gue dengan kaki gue saat ini.
Kita akan terus bisa hidup meskipun kita kehilangan pekerjaan itu. Kita akan terus bisa makan meskipun ditinggalkan orang-orang tertentu yang memutuskan untuk pergi atau dipaksa pergi. Sama seperti gue yang bisa nyetir kembali dengan beberapa perubahan, kalian juga harusnya bisa “menyetir” lagi hidup kalian sesuai keinginan dan kebutuhan kalian.
Nggak perlu takut, karena memang ya.. hidup itu adjustable.
What a journey bang..
Even analogi “menyetir” hidup nya relate dan nyampe juga buat gue..
Disaat baru diberkahi momongan, secara bersamaan juga pengen achieve more di kantor, akhirnya menyesuaikan semua dengan skala prioritas saat ini..
Yes, indeed.. life is adjustable..