“Aduh..aduh.” gue meringis kesakitan. Tangan gue mencengkeram pegangan sofa sebagai sarana penyaluran rasa sakit yang gue alami.
Mbak-mbak yang memijit kaki gue malah tersenyum dan melanjutkan kegiatannya. Dia mungkin mendapatkan kekuatan setiap kali gue meringis kesakitan. Sempat membuat gue berpikir, ini mbak-mbak pijat refleksi apa Dementor?
“Udah cukup mas? Atau kurang kuat?” si mbaknya malah semakin beringas.
“Udah mbak! Udaaaahhh..” seru gue dengan jari kaki yang hampir patah.
Mata gue langsung memandang berkeliling, mencoba mencari lampu merah yang berkedap-kedip untuk melambaikan tangan tanda menyerah. Beberapa orang lain yang dipijat melirik ke arah gue. Suara erangan gue ternyata cukup keras untuk didengar orang lain yang sedang menikmati pijitannya di tempat ini.
Ruangan tempat pijat refleksi itu suasananya agak temaram. Pencahayaannya memang diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu… Lanjut ta.. | 4 Comments