Pernah gak ngerasain ketika lagi nyetir dan sedang mencari alamat, kita terpaksa minggir dulu, ngecilin suara dari radio di dalam mobil demi bisa lebih fokus dan konsentrasi.
Pernah?
Oke, gue nggak sendirian.
Gue baru nyadar ternyata hidup sama seperti nyetir mobil tadi. Cuma skalanya menjadi jauh lebih besar.
Oke kita mulai dari awal biar nggak bingung.
Dalam menjalani hidup, gue selalu membuat checkpoints pribadi. Tujuan hidup gue yang terdengar sangat besar, gue pecah menjadi beberapa tujuan kecil agar terlihat lebih achievable.
Ya supaya lebih sederhana aja, dan nggak ngerasa takut duluan.
Target-target inilah yang gue sebut checkpoints. Sama seperti balapan, biasanya gue akan ‘istirahat’ sebentar di checkpoints lalu kembali melanjutkan perjalanan.
Checkpoints ini bentuknya bisa berupa hal-hal sederhana seperti lulus kuliah, mendapat pekerjaan, sukses dapetin beasiswa, lulus kuliah S2, menikah, beli properti, dll.
Selama ini gue selalu bisa meraih checkpoints itu, meski terkadang beberapa di antaranya tidak didapat tepat waktu. Kadang yang jadi barometer adalah teman-teman gue sendiri. Si ini udah bisa itu, si itu udah punya ini.
Dan biasanya, gue selalu bekerja keras demi mencapai setiap checkpoint ini.
Tapi sejak gue sakit, semua itu harus ditunda dulu.
Karir yang berhenti sementara, kisah asmara yang nggak kemana-mana, target pribadi yang harus ditunda.
Kadang rasanya menyebalkan sih, melihat di mana orang-orang di sekitar gue berlomba-lomba mengejar tujuan hidupnya, gue harus tergeletak tidak berdaya di kamar. Menghabiskan waktu dengan membaca, menulis sambil tidak kemana-mana.
Tapi satu hal yang selalu menjadi reminder buat gue pribadi. Yang suka ngingetin kalau nggak baik untuk membandingkan.
Ya masing-masing orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Yang terkadang nggak keliatan. Dan ketika kita mulai membandingkan saat itu juga kita mulai kehilangan kebahagiaan.
Dan hidup mungkin sama kayak balapan. Nggak cuma butuh checkpoints, tapi juga butuh pit stop. Ya seperti sekarang, gue mungkin sedang menjalani yang namanya pit stop dalam kehidupan.
Pemberhentian yang memakan waktu sedikit lebih lama dari biasanya. Sama kayak nyetir tadi, kita perlu ‘mengecilkan radio’, mengurangi ‘suara-suara’ yang tidak perlu. Biar lebih fokus.
But I promise, this is just a pit stop, not a finish line.
Sebelum nanti, gue akan ikut balapan lagi.
im waiting you to come back in a race.
Perumpamaan yang pas…
Selamat me nanti balapan selanjutnya tirta
ini postingan
persis seperti apa yang gue pikirin sekarang
tadi pagi, gue nanya ke istri gue: apa gunanya gue hidup ya?
karena sekarang ini, gue ngerasa begitu banyak halangan buat gue dan gue udah harapan, segala sesuatunya berjalan seperti gue dalam mode Auto-Pilot
Just quickly to start the race again. Getwellsoon for you. So I can read your another adventure. =]
We”re all in the same game, just different level
Dealing with the same hell, just different devil –
Get well soon, romeo.
Pit stop.
Not a finish.
Semangat selalu yah?
Walau nggak saling kenal,tapi saya berdoa bagi kesembuhanmu..
Selama ini hanya silent reader,but I can’t stand to tell you this..Ta setiap tulisan mu itu bisa menyentuh,menggugah,dan memberikan motivasi ataupun inspirasi.Saya bisa merasakan ketulusan kamu disana(ini tentang percintaan utamanya heheh).Terus berkarya dan bersyukur selalu yaa!Jangan lama2 di pit stop nyah :D
Semoga cepat keluar dari pit stop, bang! :)
Love this!! Saya juga lg di pemberhentian. Mungkin buat ngumpulin tenaga juga ya, untuk ke tahap selanjutnya. Semangat buat Tirta. Tuhan Memberkatimu. Pasti sembuh!
Kok gw merinding yaa wkwk.. saya baru baca blognya.. menarik.. kelas dan edukatif :)
Semangat ta….
Semoga lekas pulih ya..
I feel you, every single day.
Semangatmu mungkin menjadi tamparan bagi banyak orang, Tirta.
Ga sedikit yg hidupnya jauh lebih mudah dari kamu sekarang, tapi masih mencari apa arti dan tujuan hidupnya, ga tau hidup buat apa.
Ya, mungkin itu satu hal baik dari apa yang menimpa kamu. Semangat terus, karena semangat tak pernah menghianati.