Beberapa hari yang lalu, gue mendapatkan sebuah pertanyaan di tab question ask.fm gue.
“Kak, ajarin aku tentang saham dong yang simple. Udah baca di internet tapi nggak ngerti.”
Gue hanya bisa menghela napas setiap kali menerima pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Udah? Gitu aja ya? Sekali baca, nggak ngerti langsung minta orang lain buat ngejelasin secara mudah.
Gue tau kalau mayoritas pembaca blog gue ini dan followers di social media gue umurnya di bawah gue. So, let me tell you something.
Gue bukan bermaksud bersikap sombong atau riya, tapi gue mencoba untuk memberikan satu sundut pandang yang berbeda dalam meraih sebuah cita-cita. Yang berasal dari pengalaman pribadi yang gue punya.
Kalau ada satu hal yang gue percaya di dunia ini selalu terbukti benar, itu adalah kerja keras. Gue bisa mengklaim, kalau gue adalah bukti nyata dari sebuah persistensi. Semua hal yang gue alami dalam hidup adalah bukti dari sikap persisten tadi.
Apakah gue menemui halangan? Iya. Tapi apakah itu membuat gue berhenti? Nggak.
Waktu gue kelas tiga SMA, waktu yang sangat krusial untuk siswa untuk mempersiapkan diri seleksi masuk universitas, tsunami terjadi.
Sekolah gue hancur lebur, gue nggak masuk sekolah hampir tiga bulan. Begitu gue kembali masuk ke sekolah, di mana gue kehilangan ratusan teman-teman gue, gue hanya punya waktu 1 bulan untuk belajar dan langsung dihajar ujian nasional.
Apa yang gue lakukan waktu itu? Setiap malam, di antara kesibukan membantu orang-orang di rumah yang mendadak sibuk, karena rumah gue dijadikan posko, gue selalu menyempatkan belajar.
Cuma dengan bermodal cahaya lilin (karena sambungan listrik masih putus), gue belajar demi mempersiapkan diri untuk ujian nasional dan SPMB. Setiap malam. Kadang, proses belajar itu harus berhenti karena banyaknya gempa susulan yang terjadi di malam hari.
Itu yang gue lakukan berbulan-bulan sebelum ujian nasional atau SPMB. Karena waktu itu, gue benar-benar ingin kuliah di PTN di Jawa.
Trus ke masalah beasiswa S2, gue udah mulai mencari dan ikut seleksi dari tahun 2010. Penolakan demi penolakan gue dapatkan setiap tahun hingga akhirnya bisa berangkat ke Aberdeen demi sebuah gelar MBA tahun 2015.
Butuh waktu lima tahun demi sebuah beasiswa. Lima tahun lamanya gue mencoba untuk mendapatkan itu.
Bela-belain untuk ikut les IELTS sepulang kantor demi mempersiapkan diri, atau berusaha menahan kantuk demi menulis lamaran tengah malam di kamar kosan. Semuanya demi satu hal bernama beasiswa. Apakah gue menyerah? Nggak, karena waktu itu gue benar-benar pengen.
Pengetahuan tentang saham? Apakah gue pernah nanya ama orang lain? Nggak. Gue menghabiskan berjam-jam untuk membaca ratusan artikel di internet mengenai itu. Ketika gue nggak mengerti, akan gue baca ulang hingga mengerti. Begitu seterusnya.
Gue cukup banyak melihat contoh orang-orang yang ingin merubah atau meraih sesuatu dalam hidupnya, tapi yang mereka lakukan cuma sebatas omongan atau keluhan.
Mulai dari yang ingin belajar tentang saham, meraih cita-cita, beasiswa, atau sesederhana ingin menurunkan berat badan.
Nggak ada hal yang benar-benar dilakukan untuk itu. Pengen pintar, tapi nggak pernah belajar yang giat. Pengen dapat beasiswa ke luar negeri, tapi persyaratan beasiswa aja harus nanya ama orang. Pengen kurus, tapi postingan social media nya ya foto makanan semua.
Gitu? Ya nggak akan pernah bisa lah!
Satu contoh terakhir yang gue alami sendiri pengen gue bagi di sini.
Sudah 6 bulan gue lumpuh dari pinggang ke bawah karena GBS. Dan sekarang nggak ada hal yang lebih gue inginkan di dunia ini selain kehidupan gue yang dulu. Gue ingin bisa berjalan lagi, bisa berlari lagi, dan bisa main sepakbola lagi.
Karena kuatnya keinginan itu, membuat gue selalu punya pikiran positif untuk sembuh. Itu yang jadi modal buat gue untuk menjalani proses pengobatan dan tetap rutin latihan fisioterapi, meskipun betapa menyakitkan, menyebalkan dan membosankannya semua proses itu.
Jika hari ini gue bisa berdiri 5 menit, besok berarti gue bisa berdiri 10 menit. Berarti besoknya gue harus bisa berdiri 15 menit.
Kalau gue hari ini bisa berjalan 1 meter, berarti besok gue bisa berjalan 3 meter.
Begitu seterusnya, begitu seterusnya. Semuanya demi satu hal yang benar-benar gue inginkan sekarang. Gue ingin sembuh.
Sikap persisten itu yang selalu menjadi modal gue, dulu dan sekarang.
Percaya deh, kerja keras itu nggak akan bohong. Dia nggak akan mengkhianati.
Sekarang kita tanya deh ke diri kita sendiri, setiap kali kita merasa stuck dengan suatu hal, apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk mengubahnya? Apakah kita benar-benar menginginkannya? Apakah kita rela mengambil satu langkah lebih jauh dari yang orang lain lakukan demi mewujudkannya?
Do you really want it?
Because if you do, you’ll find a way. But if you don’t, you will only find excuses.