2012.
Tiga bundelan itu rapi sudah.
Berisi kumpulan tulisan-tulisan di blog yang gue anggap bagus. Semuanya gue cetak sesuai dengan ketentuan menerbitkan buku yang gue tau. Fontnya sudah sesuai, sudah dijilid rapi dan lengkap dengan daftar isi, sinopsis serta opini pribadi mengapa tulisan ini layak terbit.
Kantor waktu itu sudah sepi. Sebagian besar pegawainya sudah pulang mengingat jam kantor yang sudah lewat dari tadi. Gue sengaja melakukan aktivitas ini ketika orang-orang sudah kembali pulang ke rumah masing-masing, karena gue nggak pengen hobi ini mengganggu tugas utama gue di sini.
Dari mesin fotocopy, gue berjalan melewati cubicle-cubicle kosong di lantai 9 gedung ini. Tampak tinggal satu dua kepala yang terlihat muncul dibalik sekat-sekat pembatas antar cubicle. Setibanya di meja, gue langsung memasukkan tiga bundelan itu ke dalam tiga amplop cokelat yang sudah tersedia di atas meja.
Masing-masing ditujukan kepada penerbit yang berbeda. Tiga alamat penerbit yang sudah menempel rapi di luar pembungkusnya. Gagas Media, Bukune dan satu penerbit yang kini gue sudah lupa namanya.
Gue cukup yakin naskah ini akan tembus, mengingat banyak sekali teman gue yang bilang tulisan gue enak dibaca. Pujian-pujian yang gue terima seolah menguatkan mimpi itu.
Mimpi menjadi penulis yang gue rasakan semakin dekat.
Setelah meletakkan ketiga bundelan itu ke dalam kotak surat keluar, gue membereskan tas dan langsung beranjak pulang.
***
Beberapa minggu sejak paket tulisan itu dikirimkan, tidak ada satu pun balasan yang gue terima. Hari demi hari gue habiskan dengan menunggu paket, e-mail atau telepon yang menyatakan bahwa tulisan gue akan segera diterbitkan.
Gue masih setia menunggu.
Hampir tiga bulan sejak tulisan itu dikirim, akhirnya sebuah paket gue terima di kotak surat gue. Dada gue berdegup kencang begitu membaca alamat pengirimnya.
Bukune.
Tidak sabar, gue langsung mengoyak amplop cokelat pembungkusnya. Ternyata, isinya berisi naskah gue yang dikembalikan, lengkap dengan sebuah form berisi feedback yang diberikan penerbit.
Form itu seolah menjadi alasan kenapa tulisan gue dianggap tidak layak untuk dijadikan buku. Di selembar kertas itu ada beberapa kriteria yang diberi bobot angka satu sampai dengan angka lima. Mulai dari plot, gaya bahasa, diksi, kriteria-kriteria lainnya.
Dari semua kriteria itu, naskah gue hanya mendapatkan sebuah angka dua dan sisanya bertengger di angka satu. Bobot terendah yang mungkin diberikan untuk sebuah tulisan.
Ego gue runtuh. Rasa percaya diri yang selama ini gue bangun mendadak seperti istana pasir yang disapu ombak. Roboh perlahan-lahan.
Tulisan gue, yang gue anggap bagus, ternyata masih dianggap sampah oleh sebuah penerbit profesional.
Sedikit ego yang tersisa bersuara kecil :
Ini masih satu penerbit, Ta. Masih ada dua lagi.
Dan dengan sebuah kalimat itu, sedikit asa tetap terpelihara.
Beberapa hari kemudian, sebuah paket kembali gue terima. Kali ini dari Gagas Media. Isinya kurang lebih sama dengan Bukune, naskah gue dikembalikan dengan utuh, lengkap dengan form feedback yang hampir serupa.
Dan pukulan kedua ini menghantam gue dengan telak. Hilang sudah sepertinya mimpi gue untuk menerbitkan sebuah buku.
Naskah ketiga entah bagaimana nasibnya. Hingga kini tidak ada kejelasan naskah terakhir gue itu. Mungkin sudah dihancurkan atau dijadikan tatakan kopi di salah satu kantor penerbit di Jakarta.
Saat itu gue berkata, mungkin jadi penulis bukan jatah gue. Blogging mungkin memang menjadi satu-satunya cara gue berkarya.
Dan draft tulisan itu, nggak pernah gue sentuh lagi.
***
2013.
Ajakan Roy Saputra untuk berkolaborasi menuliskan sebuah buku traveling gue terima. Bermula dari tulisan gue yang dibaca Roy, dia mengambil resiko dengan mengajak gue menulis salah satu kelanjutan novelnya.
Gue diminta untuk mengisi porsi komedinya kata Roy waktu itu. Hasilnya Oktober 2013, novel Traveloveing 2 terbit ke pasaran.
Target gue waktu itu nggak muluk-muluk. Tidak ada target untuk menjadi buku best seller atau mendulang rupiah dari tulisan itu.
Hanya sekadar ingin tau bagaimana dunia penerbitan bekerja dan merasakan bagaimana melihat nama gue menempel di salah satu buku yang dijual di Gramedia. Menjadi penulis setengah matang.
Dan ternyata, perasaan itu terasa menyenangkan!
***
2015.
Hari ini buku gue naik cetak.
Buku pertama gue yang benar-benar gue tulis dan kerjakan sendirian. Bukan buku kolaborasi yang sudah pernah gue terbitkan sebelumnya.
Berawal dari salah satu postingan di blog ini yang mendadak viral di dunia maya, tiga e-mail resmi berisi tawaran menerbitkan buku gue terima dari tiga penerbit yang berbeda. Belum lagi beberapa mention di Twitter yang menanyakan kesediaan gue membukukan blog ini.
Salah satu dari beberapa penerbit yang mengajukan tawaran resmi adalah Gagas Media, penerbit yang pernah menolak gue dulu.
Dari ketiga penerbit itu, Gagas Media yang gue pilih untuk bekerja sama. Selain karena namanya yang merupakan nama paling terkenal untuk menerbitkan buku sejenis, beberapa penulis favorit gue juga bernaung di bawah penerbit ini. Gagas Media seolah menjadi kualitas yang menjamin proses percetakan, distribusi hingga promosi buku gue nanti.
Judul bukunya : Newbie Gadungan. Pemilihan cover buku ini yang awalnya sedikit membingungkan gue juga telah selesai. Gue sudah memantapkan hati memilih cover mana yang paling cocok dengan jiwa buku ini.

Malam ini gue sedang membaca layout terakhir yang dikirimkan penerbit sebelum naik cetak. Layout yang sudah berupa lembaran-lembaran siap cetak untuk menjadi sebuah buku.
Rasa sedikit aneh mengetahui tulisan yang selama ini berdiam di dalam kepala gue, siap untuk dicetak dan dijadikan sebuah buku.
Malam ini mendadak menjadi spesial buat gue.
Malam yang sama seperti sebuah malam di tahun 2012. Bedanya, kali ini tulisan-tulisan gue itu siap untuk dijadikan buku. Yang akan secara resmi menahbiskan gue sebagai seorang penulis.
Dan mimpi itu, kini akan menjadi kenyataan.