Menit-menit terakhir 2013.
Disini gue berdiri, di bawah langit malam Jakarta.
Anehnya, di suasana seramai ini, gue malah merasa kesepian. Diantara suara terompet yg bersahut-sahutan. Diantara dentuman petasan di langit malam. Mengenang ratusan memori, kenangan, tangis dan tawa yang pernah muncul bersama di antara kami berdua.
Bernyanyi bersama mengikuti musik di radio di dalam mobil sambil terjebak macet dan hujan yang mendera. (It was easy coming back into you once I figured it out…remember?)
Kejutan-kejutan kecil dan hal-hal tidak penting yang pernah kami bahas bersama. Argumen-argumen menguras emosi karena ego masing-masing yang terus terbentur. Keputusan-keputusan bodoh yang selalu pada akhirnya kami sesali bersama.
But that’s what we do. We argue, we fight, but at the end…we understand each other.
Malam ini, sebuah lubang menganga muncul di sini. Rongga di dada untuk sebuah benda imajinasi bernama hati.
Pikiran gue melayang entah kemana.
Menyusun kembali semua logika dan rasionalitas yang selalu gue gunakan. Tapi setiap kali logika itu tersusun rapi, dia kembali jatuh terkapar dihantam rasa kehilangan.
Banyak teman gue yang bilang : “Lo nyesel gak sih? Kejadiannya harus kayak gini? Atas semua pengorbanan dan usaha yang pernah lo lakukan?”
Gue cuma senyum dan menjawab : “Gue gak akan pernah nyesal. Karena ketika melakukannya, gue benar-benar sayang sama dia.”
Sekarang gue cuma bisa percaya kalau ini sudah jalannya. Que sera, sera. Whatever will be, will be.
Kali ini, aku benar-benar menyerah. Aku lelah.
Ini tulisan terakhir buat kamu.
Selamat tahun baru 2014 🙂
– untuk sebuah hati yang telah melangkah pergi.