It was raining.
Gue nggak tau ini udah hari ke berapa di sini. Gue sudah berhenti menghitung sejak divonis GBS beberapa minggu yang lalu. Yang gue sadari cuma percikan air hujan yang mulai menampar jendela kamar gue di lantai 16 di Rumah Sakit ini.
Tidak ada orang lain hari ini, hanya gue sendiri di kamar tanpa penunggu. Keluarga gue sudah pulang ke Aceh beberapa hari yang lalu.
Gue nggak bisa memaksa mereka untuk tinggal lebih lama. Masing-masing punya kehidupan dan tugas yang harus dijalankan. Akan sangat egois kalau meminta mereka meninggalkan itu semua hanya untuk menjaga gue.
Toh, ada suster dan dokter yang siaga menjaga gue setiap hari. Tapi nggak bisa bohong, ada rasa sepi yang harus dijalani setiap hari.
Bangun, sarapan, mandi (lebih tepatnya badan gue dilap oleh suster), latihan fisioterapi, lalu diam di kamar hingga malam. Semua harus dilakukan dengan kondisi mati dari pinggang ke bawah.
Stress, frustasi dan sepi semua bercampur tanpa sekat.
TV gue biarkan hidup dengan suara. Tapi pikiran gue nggak di sana. Cuma pandangan kosong yang bisa gue keluarkan kali ini.
Frustasi, gue masih nggak menerima vonis kelumpuhan yang gue dengar beberapa hari yang lalu.
I was angry.
Kenapa sekarang? Kenapa gue?
Dunia tidak adil. Setelah semua yang gue lakukan. Setelah semua perjuangan yang gue upayakan dari dulu. Kenapa harus gue yang kena penyakit ini?
Deru pendingin ruangan terdengar perlahan. Hujan deras yang turun di luar sana membuat kamar ini lebih dingin dari biasanya. Dari jendela, gue melihat ribuan lampu belakang kendaraan berjejer rapi. Warna merahnya seperti ikut mewarnai langit kota sore ini. Terjebak kemacetan Jakarta yang rutin terjadi setiap hari.
Handphone gue bergetar di atas tempat tidur. Layar yang tadinya hitam kini berwarna dengan sebuah chat yang masuk di dalamnya.
“Kamu di sana ama siapa?”
“Sendirian. Belum ada yang jenguk hari ini.”
“Aku ke sana ya. Ini baru balik dari kantor.”
“Lagi hujan, nanti aja.”
“Gpp, gojeknya udah jalan. Nanti aku pinjem handuk aja ama susternya buat ngeringin badan.”
“Yauda..”
“See you in a bit.“
Dan tiba-tiba, hari ini tidak seburuk biasanya.