Gue harus buru-buru menonton film ini karena beberapa alasan.
- Film ini punya sejarah yang panjang.
- Spoiler yang udah bertebaran di social media.
- Dian Sastrowardoyo. Hahaha.
Sejak kemunculan mini serie AADC (yang sekaligus iklan Line) di Youtube tahun 2014 lalu, kayaknya film ini udah menjadi tontonan wajib untuk semua remaja SMA medio 2000an.
Awalnya gue sempet menyuarakan ketidaksukaan gue dengan munculnya sekuel film ini di twitter. Bukan apa-apa, AADC pertama menurut gue sudah pas.
Ending-nya ngasih ruang imajinasi para penontonnya untuk membuat ending mereka masing-masing. Belum lagi dengan adanya iklan LINE tadi, semua itu ngasih jawaban yang pas untuk para penontonnya.
Dan dengan adanya sekuel AADC, ada ekspektasi penonton yang dimainkan. Gimana kalau filmnya jelek? Gimana kalau ending-nya nggak seperti yang kita kira selama ini? Gimana kalau ini semua cuma khayalan Rangga yang ternyata sedang koma?
Oke, gue mulai berlebihan.
Tapi yang jelas, gue menonton film ini dengan sedikit rasa was-was.
Dan setelah sekitar 120 menit berakhir… gue puas!
Plotnya masuk akal. Ceritanya masih nyambung dan nggak maksa. Soundtrack nya masih bagus dan membuat gue terbang ke belasan tahun yang lalu.
Dan Dian Sastronya…
Adegan Dian Sastro yang gemes-gemes kesel itu beneran nggak ada lawannya sih.
(Ya Allah, boleh minta yang kayak gini satu lagi gak?)
Satu-satunya yang menjadi kritik gue adalah bagaimana pertemanan Cinta dkk masih terasa sedikit kasar. Untuk sebuah pertemanan yang sudah berlangsung belasan tahun, pertemanan mereka itu…apa ya? Terasa terlalu sopan.
Gue mencoba membandingkannya dengan pertemanan yang gue miliki. Gue dan teman-teman gue yang udah kenal belasan tahun biasanya udah gak pake filter kalo ngomong.
Ngomongin penampilan misalnya.
“Elo jelek banget sih, nyet?”
Langsung aja gitu. Gak usah sopan-sopan lagi.
Bukan yang..
“Cantik banget sih…”
“Ah nggak, cantikan kamu.”
“Ah, bidadari bisa aja. Cantikan kamu kemana-mana lah!”
“Cantikan kamu..”
“Kamu..”
“Kamu..”
“Cantikan lo, jablay!”
Dan pertemanan Cinta dkk itu sedikit terasa seperti itu buat gue, terlalu sopan sehingga terasa palsu.
Tapi, mengingat film ini akan diputar secara nasional, teriakan-teriakan ‘jablay’ di sebuah film nggak bagus juga.
Jadi, gue maafkan lah. Kembali ke review.
Film-film seperti AADC ini terasa spesial karena mengeksplor perasaan dan kenangan.
AADC selalu punya soft spot dalam hati gue. Ketika film pertamanya diputar, gue masih kelas 1 SMA dan gue bisa relate banget ama ceritanya. AADC terasa dekat.
Dan ketika film keduanya diputar, Rangga sudah menjadi penulis pria yang masih single di akhir umur 20an. Gimana gak makin relate?
Gue nggak akan cerita banyak tentang filmnya di sini. Yang jelas, filmnya bagus!
Yang akan gue omongin adalah perasaan.
Bagaimana sebuah film bisa mengeluarkan rasa rindu belasan tahun. Bagaimana sebuah film menjadi sarana orang bernostalgia dengan masa SMA nya.
Ada sisi magis dari petikan gitar lagu Bimbang yang terdengar dari fragmen-fragmen film ini. Mengingat bagaimana sebuah media seperti film bisa bertindak sebagai mesin waktu yang membangkitkan kenangan.
Di tengah-tengah film, gue melihat ke sekeliling. Di dalam gelapnya bioskop, ruangan ini penuh oleh pasangan-pasangan yang tidak lagi muda. Gue mencoba membayangkan mereka yang menonton film ini entah masih dengan orang yang sama sewaktu film pertamanya diputar di bioskop.
Beberapa mungkin datang dengan orang yang berbeda. Cekikan sambil mengingat lucunya Cinta dan Rangga di masa lalu sambil mengingat mantan.
Beberapa mungkin datang sendiri. Menikmati film sambil mengingat kenangan atas orang-orang tertentu.
Gue kira cuma gue yang merasakan hal ini hingga sebuah pertanyaan gue terima di akun ask.fm gue semalem.
Tir gw pengen cerita -tapi ga berani off anon-
Dulu gw nontonnya sama pacar -sekarang udah mantan- dan tadi siang tiba2 dia chat kirim “?”
Trus kirim foto tiket nonton AADC2 dengan caption “Lihat tanda tanya itu. Jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu. Sekali lagi”.
Dan kita mulai pdkt lg.
SEE?
Gimana hebatnya film ini? Bagaimana mereka bisa menghilangkan jarak dengan masa lalu?
Intinya, AADC layak banget untuk ditonton selama masih ada di bioskop. Nggak cuma sekali tapi kalau bisa berulang kali.
Karena AADC bukan sekadar film, tapi sebuah mesin waktu.
Yuk, nonton AADC?
Oia, dengerin cover lagu Bimbang yang gue suka di sini.
Bang, lo kelahiran ’88 kan ya? Kalo iya, berarti kita seumuran. Tapi kok pas AADC pertama, seinget gue, gue masih kelas 2 SMP. Kok lo udah kelas 1 SMA ya? *mikir*
@Dinda : Gue kecepetan masuk sekolah. Kalau seumuran ngapain lo panggil ‘Abang”? -__-
Huahahaha, abis orang-orang manggilnya “Abang”, jadinya ikutan aja. ???
Baperrrrr taaaa…. asli bikin baper banget. Moment jalan jalan sehariannya itu haduhhh mana di jogja lagi kan. Belasan tau yg lalu abg di jaman kita khususnya cewek pasca aadc ikutan pake bandana sm kaos kaki panjang. Mungkin abg sekarang ikutan pake syal ?
Lupaaa.. Dulu nontonnya ama siapa yaaa -_-“
Kamu bener, aadc itu bukan film tapi mesin waktu. Denger lagu Bimbang langsung baper.. Satu yg ga berubah, dr dulu smpe skr aku msih ngayal jd pacarnya nico hahahaha..
Hmm,
Kayaknya kalo yg masalah temenan itu, itu lumayan natural sih kak menurut aku. Sebagian cewek memang temenan dengan bahasa yang masih sopan (cewek2 Indonesia umumnya emg sopan gitu bukan sih? Cmiiw), Dan bukan berarti mereka ngga deket. I have circle of friends that full of trash word, and also have circle of friends with super polite manner, and I can’t say that I am closer to first group compare to the last.
Ada part yg miss dari review ini.
Jadi, lu nontonnya sama siapa bang? Wkwk
Ada part yg miss dari review ini.
Jadi, lu nontonnya sama siapa bang? Wkwk (2)
amazed juga, sih, bang. Baca anon-nya yang akhirnya clbk gara gara aadc. thanks juga buat attach-an video tutorial bimbang hehe,
Ada part yg miss dari review ini.
Jadi, lu nontonnya sama siapa bang? Wkwk (3)
Ada part yg miss dari review ini.
Jadi, lu nontonnya sama siapa bang? Wkwk (4)
itu beneran sampe ada yang pdkt lagi gara2 aadc2? gils.
Nyimak aja .. jarang nonton Film Romance
Public Speaking Semarang
sial…. gw nyesel nuker kesempatan nonton aadc2 malam ini dengen #modus…. (k#mpr!t tu pilem rusak abis….)
abis baca review lo.. gw jadi bertekat harus nonton beneran nih e e di si tu….
satu lagi yang bikin ga bisa move on dari sekuel a2dc itu setiap helaan napas rangga. baru narik napas buat ngomong aja si rangga udah bikin baper. sexy – sexy ngegemesin gimana gitu suaranya :D
lah kelahiran 88? haha sama.. tapi enakan panggil bang yak bwahahaha
coba kali bang sesama anak 88 saling mendukung dengan baca blog saya :p *ditoyor hihihi
I will immediately snatch your rss feed as I can’t to find your email subscription hyperlink
or newsletter service. Do you’ve any? Kindly permit me
understand in order that I could subscribe. Thanks. http://Yahoo.net/
Hey. Abis nonton film ini gue baper, ga enak makan, ga bisa tidur. Cih, lebay. Kalo dikehidupan nyata, ‘Rangga’-nya gue mau nikah sama cewek lain. Sayangnya, gue yakin gue bukan ‘Cinta’-nya dia. Oh iya, GBS dulu kasus ujian gue waktu kuliah. Sorry to hear that, but i read your story about the disease and it’s good to know that you are getting better and better. Get well soon.